Minggu, 30 Desember 2012

GAUN LANGU

Namaku Syabila Ananta Hadi, aku terlahir 24 Juli 1999 dari rahim seorang ibu bernama Mahfudzah Aryanti Hadi yang aku sebut mama, papaku bernama Hadi, papa seorang wiraswasta, dan mama selalu membantu pekerjaan papa. Aku begitu sayang pada mereka dan merekapun begitu, mungkin karena aku anak pertama dan satu-satunya maka aku terlihat sangat dimanja, terkadang orang menilai sangat berlebihan. Namun ketahuilah keluargaku sangat taat dalam hal beragama.

Suatu hari pernah aku melihat mama menangis tersedu di atas sajadah, aku tak mengerti kenapa mama, aku beranikan diri untuk bertanya, mengapa mama menangis, mama sakit atau mama sedih, Bila nakal ya ma sampe mama nangis begitu tanyaku membabi buta. Mama hanya tersenyum, mama tidak sedih dan mama tidak sakit juga, Bila juga anak yang baik ko. Lalu knapa mama menangis.Mama hanya bersyukur pada Allah karena telah menganugerahkan anak yang begitu cantik dan shaleha, anak yang slama ini ayah dan mama harapkan. Mama hanya berdoa semoga mama selalu bisa mendampingi Bila hingga nanti, mama hanya meminta pada Allah selalu memberikan kesehatan pada Bila, dan juga kita tentunya.Mama hanya ingin melihatmu tumbuh dewasa dengan cantik. Aku tersenyum mendengar kata-kata mama, mama memelukku erat, mama memang wanita lembut, kata-katanya selalu menenangkan.

Ya Allah semoga engkau selalu memberikan kesehatan, kebahagiaan, dan perlindungan pada papa dan mama, jadikan Bila anak yang berbakti pada mereka ya Allah, itu doa yang memang aku telah hafal dan menurutku sangat mudah.Walau terkadang aku sering merasa kesepian di rumah karena kesibukan mama papa, tapi aku tahu itu semua mereka lakukan untuk aku, tak jarang sepulang kerja kita selalu sengaja minum teh atau susu di halaman belakang rumah, atau sekedar nonton TV bareng. Ada juga bi Yati, sebetulnya masih saudara mama, tapi bi Yati memang membantu pekerjaa sehari-hari dirumah termauk menyiapkan segala kebutuhanku.Bi Yati sudah kami anggap keluarga sendiri dan asal kami tidak menganggap bi Yati sebagai pembantu, karena mamapun merasa terbantu dengan adanya bi Yati.

***

Baju papa basah, sebentar mama ambilkan handuk, suatu ketika papa pulang kerja dalam keadaan basah kuyup karena memang dari sejak pukul 16:00 hujan deras dan tak berhenti sampai sekarang. Terlihat mama mengeringkan badan papa dengan handuk yang tadi dibawanya dari kamar, aku hanya tersenyum sembari melambaikan tangan pada papa, karena aku saat itu sedang mengerjakan PRku, namun papa yang begitu hangat, tak peduli dalam keadaan selelah dan sebasah apapun dia selalu ada waktu untukku. 

Assalamualaikum Bila anak papa, lagi apa sayang, Bila sudah makan, nih papa bawa oleh-oleh untuk Bila, sembari menyodorkan bungkusan plastik putih bertuliskan salah satu restoran cepat saji yang terkenal dengan huruf M nya. Pa ganti baju dulu nanti masuk angin loh, tegur mama, papa mengangguk sembari pamitan padaku dan tangannya mencubit pipiku. 

Papa sosok yang hangat, hampir tak pernah aku lihat papa marah, ataupun mengeluh dengan apa yang papa rasakan. Pernah suatu ketika, mama sakit sepertinya lumayan parah, karena makanpun hanya bubur ayam lembek saja, dan bi Yati pulang kampung karena ada saudara dari suaminya meninggal, otomatis pekerjaan rumah tangga papa yang mengerjakan, pagi-pagi setelah papa pulang Shalat berjamaah di mesjid papa menyapu, mengepel, cuci piring, cuci pakaian. Pulang kerja papa bergegas menyiapkan makanan untuk kami. Papa sengaja gak ngasih tahu keluarga di Sukabumi, dan saudara yang lain karena takut membuat mereka khawatir dan repot. Aku bisa melihat papa saat itu sangat lelah, bahkan sepertinya papa sakit juga, tapi papa tetap begitu bersemangat, bahkan tak sedikitpun aku mendengar kata capek dari mulut papa.

Ditempat kerjapun papa dikenal sebagai atasan yang dekat dengan karyawan, papa tidak mau disebut bos, bahkan ketika rumah salah satu karyawan papa kebanjiran, papa mengijinkan dia untuk tinggal sementara dengan kami, papa gak segan dan canggung untuk makan satu piring dengan karyawannya. Begitupun mama, biarpun status mama sebagai istrinya papa, namun tetap saja mama tidak malu untuk merakyat dengan karyawan papa. Suatu saat aku pernah diajak kekantor, ketika papa turun dari mobil dan satpam (  kulihat nama di dadanya bertuliskan Tantan ) kantor membukakan pintu mobil dan bermaksud membawakan tas kerja papa, papa malah merangkul pak Tantan dan papa berbicara gak usah pak, terima kasih, tolong panggilkan tukang bubur di depan sana dan taya siapa saja yang belum sarapan, suruh beli bubur ya. Pak Tantan hanya mengangguk mengiyakan instruksi papa.

***

Senin 6 Januari 2007 lima hari setelah tahun baru masehi, langit mendung dan gerimis memang turun sejak tadi pagi, papa dan mama seperti biasa pergi ke kantor, namun dari semenjak malam mama bilang gak enak perasaan, mama gak enak badan, papapun sudah nyuruh mama untuk istirahat di rumah, namun mama memaksa tetap berangkat, dengan alasan besok hari papa pasti sibuk karena akan dinas luar.

Aku tidak berangkat sekolah karena memang sekolahku Full time, hari sabtu memang aku libur, namun ada sekolah agama dan les bahasa Inggris namun itu nanti siang. Jalanan gang basah kuyup oleh hujan, terlihat jelas dari kamarku yang langsung menghadap ke gang depan rumah, bi Yati terlihat tengah sibuk di dapur, aku hanya berbaring di kamarku bermalasan, sesekali petir terlihat berkelebat, aku ketakutan, aku panggil bi Yati untuk menemaniku, bi Yati mengeloniku hingga aku terlelap.

Siang itu aku tak mengerti apa yang terjadi, yang aku tahu ketika aku terbangun aku melihat mama papa menangis tepat di depan rumahku ups tunggu rumahku mana, semuanya nampak berbeda, ada api dimana-mana, orang berteriak-teriak, ada mobil merah besar beberapa mobil bahkan banyak, menyemprotkan air begitu banyak, padahal inikan sedang hujan, ada ambulance pula. Apa yang terjadi aku bertanya pada mama dan papa yang saat itu menangis dan terliht sangat rapuh, tapi mereka tidak mendengarku.

Ya ampun aku tidak menapak, dimana aku, aku memanggil mama, aku memanggil papa, mereka diam, apa aku bermimpi, aku memeluk mereka namun mereka tak merasakan sepertinya. Aku menangis menjadi, aku ter isak tersedu, mengapa mama dan papa tidak perduli dengan tangisanku.Mama papa jahat kenapa mama papa tidak dengar Bila. Dari arah rumahku terlihat beberapa orang berseragam merah membawa kantung besar berwarna kuning, aku tertarik untuk menghampirinya, api tepat disampingku namun aku tak merasa panas sedikitpun, bahkan orang-orang seolah tak melihatku, aku hanya berjalan dengan tertunduk lesu.

Mama berlari menghampiri petugas berseragam merah tadi dan memeluk tas besar kuning tadi sembari berteriak memanggil namaku histeris, Bila jangan tinggalkan mama nak, papa menghampiri menenangkan, orang-orangpun berkerumun. Ya ampun benarkah aku telah meninggal, semuanya menjadi gelap, aku tak dapat lagi mendengar apa-apa, tak dapat melihat apa-apa. Aku seperti berjalan tak tahu dimana, kemana, mau apa, dan untuk siapa, aku terus berjalan tak kurasa lelah, lapar, dahaga, ataupun mengantuk. 

Hingga suatu ketika aku seperti terbangun dari tidurku dengan gaun biru basah terakhir kali aku kenakan dan merasa berada masih ditempat yang sama, namun semuanya tampak berbeda, tak ada mama dan papa, bi Yati semuanya berubah.Kamarku tak lagi berwarna biru laut  Aku menangis, aku tertawa di atas jembatan, di dalam rumah, di ruangan. Aku sendirian, aku kangen mama dan papa. Kadang aku bersamamu, disini, disampingmu saat membaca tulisan ini.

***

Senin, 24 Desember 2012

100 KM LEBIH

...And so it was later, As the miller told his tale, That her face at first just ghostly, Turned a whiter shade of pale... Annie Lenox bersenandung Whiter Shade Of Pale ditelingaku, sebuah racikan apik yang sebenarnya daur ulang dari lagu yang pernah hits dibawakan oleh Procol Harum. Lagu yang gak pernah aku mengerti artinya, apakah hanya ungkapan seorang yang saat itu sedang mabuk, ataukah memang dia mengagumi sosok wajah pucat pasi ( hantu ).

Kilo meter 95 menuju Ibu kota, aku duduk dikursi ke 8 sebuah travel cukup terkemuka, tepat disamping jendela sebelah kiri, pemandangan yang monoton namun cukup menghibur perjalananku memburu asa di ibu kota. Hamparan sawah, kadang padang rumput, kadang pabrik-pabrik dengan cerobong asapnya yang mengepul terlihat, sedang kendaraan terus meluncur di atas aspal tol Cipularang. Penumpangnya gak terlalu penuh hanya sopir, penumpang perempuan di kursi bersebelah dengan sopir, sepasang muda mudi di kursi belakang sopir, bapak yang memakai batik bermotif burung depanku, sedang aku di kursi paling belakang sendiri, membuatku leluasa.

AC mulai terasa dingin menusuk kesumsum tulangku, aku coba merubah posisi dudukku. Sebetulnya tak ada panggilan kerja atau sekedar interview di ibu kota, namun aku hanya ingin menghabiskan masa cuti dan masa tenangku sebelum menghadapi sidang Tugas Akhir, tujuannya Jakarta, namun aku akan menumpang ditempat temanku sekitar Cikokol Tanggerang, hari ini langit nampak bersahabat. Travel berhenti untuk Check point, dan penumpang dipersilakan turun untuk sekedar mencuci muka, atau buang air kecil, begitupun aku, aku turun hanya untuk sekedar menghirup udara luar saja, berlama-lama menghirup AC membuatku agak sedikit mual.

Kendaraan kembali meluncur, Delta Mas didepanku, bangunan yang mungkin menjadi landmark atau ciri oleh para pengguna tol bahwa Ibu kota sebentar lagi menyambut. Mataku mulai terasa berat, sedang penumpang lain sudah terlelap, aku coba memajamkan mataku, namun sulit untuk terlelap, aku teringat sahabat kecilku, dimana dia sekarang dan sedang apa. Sudah dua hari ini dia tidak terlihat, sayang sekali dia tidak ikut bersamaku, tapi semoga nanti di Tanggerang dia hadir.

Bintaro Sektor 3 Pool travel yang aku tumpangi, tepat diseberang kampus Sekolah Akuntansi, kendaraan berhenti, pegawai travel mempersilakan penumpang turun dan mengingatkan pada barang bawaannya, sesekali ada tawaran untuk mencarikan taxi. Udara Tanggerang begitu lengket, gerah, dan sedikit berdebu, aku bbm Rudi temanku, Rud aku udah sampai nih, kamu dimana, selang 3 menit Rudi membalas bbmku, sebentar bro aku isi bensin dulu, udah deket ko.

15 menit kemudian sosok tinggi besar ( gempal maksudku ) muncul di atas motor matic, dia melambaikan tangan, hai bro selamat datang di Tanggerang, siap untuk bermacet ria dan berkeringat ledeknya. aku hanya tersenyum sembari merangkulnya, kawan lama yang hampir 2 tahun tak pernah berjumpa, Rudi adalah kawan semasa aku SMA ( sebenarnya SMK namun biar lebih enak kedengarannya aku ganti jadi SMA ). Kita cari makan dulu ya, aku hanya mengangguk, mengikuti kemana dia pergi, karena memang ini kali pertama aku ke kota ini.

***

Bro kamu tinggal saja disini bareng aku, kebetulan ayah Rudi bos kos-kosan, dan sebetulnya dia orang Cianjur, namun karena ditugasi untuk mengelola kos-kosan, jadi mau gak mau dia hijrah ke Tanggerang. Kosannya cukup bersih dan suasananya enak, dengan taman dan gazebo untuk penghuni kos nongkrong, kamar kosan terletak dilantai 2, tepat di bawah tadi ada kantin mini, dan warnet, plus jasa antar titipan kilat yang cukup terkenal, semua ini milik Rudi. Wah hebat dia gumamku dalam hati. 

Kamar no. 3 ini kamarmu bro, tinggallah disini, anggap kamar sendiri, hehe dia hanya tersenyum. Aku kebawah dulu ya, ada yang harus dikerjain, ini kunci kamarmu, kalo ada apa-apa tinggal kebawah aja, sekarang kamu istirahat dulu, ntar sore baru kita menggila. Dan lagi angka 3 yang selalu menghampiruku.

Fasilitas kamar kos sudah seperti hotel saja, full ac, tv 14 inch, lemari, kasur, meja komputer, kamar mandi include, plus poster Britney Spears. Aku sedikit geli melihat poster Britney dengan pakaian yang serba mini. Tanpa membersihkan dulu badan aku langsung tumbang di atas tempat tidur, karena memang badanku terasa sangat capek. Akhirnya aku sampai juga di kota ini dengan selamat, meski sebenarnya agak ragu untuk pergi tadi, namun semua jalan harus aku tempuh, semua cara harus aku coba untuk mencapai cita. Tak terasa aku terlelap entah dari jam berapa, yang jelas aku terlelap. 17:55, aku terbangunkan oleh suara adzan, astaghfirullah aku terlewatkan shalat Ashar, maafkan aku ya Allah, aku begitu lelah. Segera aku membersihkan tubuhku, aku bersolek lalu shalat.

Bro kamu udah bangun, pintu kamarku diketuk oleh Rudi, ya Rud masuk aja gak dikunci ko. Gimana siap buat menggila. Aku hanya mengangguk, ayo berangkat, eits tunggu dulu ada yang hampir lupa kataku, Rudi mengernyitkan dahinya tak mengerti. Aku buka resleting tasku, aku keluarkan botol bulat berwarna biru bertuliskan Benneton, aku semprotkan kebajuku, Rudi menepuk dahinya. Ok ready brother let`s get mad, hehe sok English lo ejeknya.

***

Bro besok kita beli Kompas sama Tanggerang Ekspress ya, kita lihat apa ada loker besok, aku hanya mengangguk sembari melahap capcay rebus dibilangan Bintaro. Cukup ramai kota ini dimalam hari, kilauan lampu-lampu kendaraan berbaur dengan lampu pertokoan yang berjejer.

Eh gimana kabar kuliah kamu, tanya Rudi, tinggal nunggu sidang aja Rud, wah hebat ntar kalo wisuda aku diundang ya bro. Aku hanya mengacungkan ibu jariku. Knapa sih kamu pengen kerja di Jakarta, apa di Bandung udah gak ada perusahaan yang butuh karyawan lagi ya. Bukan gak ada Rud, cuman aku pengen coba cari peruntungan aja, ya kalo ada rezekinya di Jakarta aku ambil, ya kalo ga ada aku balik kandang deh. Udah aja kamu ikut aku ngurus kosan aja bro, aku hanya tertawa ngakak begitupun dia.

Kamu cuti berapa hari bro, gmana kerja di Bank enak gak? Aku cuti 12 hari Rud, aku ngabisin jatah cuti tahunan ama cuti block aku, setelah itu aku ada rencana resign juga sih. Loh kenapa, bukannya enak kerja di bank tanyanya lagi, enak mbahmu, kalo bank tu punya keluarga aku sih enak, aku cuman kuli Rud, lagian gak enak banget, tiap hari nipu orang Rud, Rudi kembali memicingkan matanya tak mengerti, maksudmu?, iya Rud aku harus bisa ngebujuk nasabah buat ngajuin pinjeman dari bank tempat aku kerja, padah aku tau itu justru bakal nyekik mereka secara perlahan, bunganya bakalan jadi bom waktu Rud, dan itu bertentangan ama nurani aku, aku selalu berfikir gimana kalo itu nimpa ama keluarga aku, Rudi hanya mengangguk.

Ntar aku kenalin sama penghuni kos lain deh bro, biar lo kagak kesepian, dan ada hiburan sembari dua tangannya memberikan kode tanda kutip, aku hanya tersenyum. Memang dari dulu Rudi terkenal dengan playernya, tapi sebenarnya dia baik dan care sama temen. Pernah suatu waktu pas lagi SMA aku, Yadi, Zay, Cepy, dan Mail kepergok merokok di belakang ruang gambar, dan kami di starp untuk membersihkan ruang praktek, Rudi datang dengan membawa minuman dingin plus makanan ringan, dan dia rela untuk bolos pelajaran ukur tanah hanya buat nemenin kita ( antara setia kawan dan konyol memang tipis ). Tapi itulah penggalan kenangan semasa SMA.

***

Mona, Rita, Adam, Santi, Nina Karyawan Bank juga, Ilham, Dewi, Diana SPG event, kenalkan ini Hendra temenku dari Bandung, aku diperkenalkan sama penghuni kos lain yang kebetulan sedang berkumpul di ruang tamu lantai dua, sebagian penghuni kost lainnya entah kemana, seluruhnya ada 14 kamar, coba bayangkan 14 kamar dengan harga rata-rata perbulan Rp. 850.000, bera rupiah yang Rudi dapat setiap bulannya, namun ada beberapa kamar yang dia sewakan per tahun, ckckck pengusaha muda pikirku.

Asal kalian tahu, penghuni kos wanitanya bening-bening dan mungkin sudah tak merasa risih lagi berpakaian mini dan mengajak pasangannya untuk menginap, kosan ini begitu bebas, bahkan saat itu di atas meja nampak beberapa botol minuman keras terpampang, beberapa bungkus Marlboro, Sampoerna Mild, ada juga yang menthol.

Aku tinggal ke kamar sebentar ya kataku sembari melambaikan tangan, mereka mengangguk, sebagian melambaikan tangan juga. Ketika kubuka pintu kamarku aku kaget karena ada sosok anak permpuan sedang memainkan angry bird dilaptopku, hai mas lama banget ih keluyurannya, mana tadi abis ngeceng ya ejeknya, Bila sejak kapan kamu disini, dari tadi mas pas mas berangkat ama teman mas itu Bila udah disini ko, tapi Bila sengaja gak ikut mas, karena takut ganggu.

Kamu kemana aja Bil, ko baru nongol lagi tanyaku, ada ko mas, Bila sekarang banyak temen di Bandung, jadi hampir kelupaan mas, tapi gak mungkin lupa ko tenang aja ibu jarinya dinaikan. Mas tahu gak  ada penghuni baru di makam Bila namanya mbak Yayu, orangnya cantik, tapi dia meninggal gantung diri mas, kasian setiap hari menangis kesakitan minta tali yang melilit lehernya dibukain, dia bunuh diri gara-gara diputusin sama pacarnya padahal dia udah nyerahin segalanya katanya, ko ada ya mas yang kayak gitu, aku hanya mengangguk tersenyum, aku merasa bahagia karena Bila ada bersamaku kini.

Mas tadi Bila iseng masuk ke kamar sebelah, Bila liat mbaknya lagi ngeroko sambil minum apa ya yang dalem botol, ah Bila ko nakal, ga boleh diulangi lagi ya hal kayak gitu, Bila hanya mengangguk. Ada cerita apa buat mas hari ini setelah dua hari kita gak ketemu, oh iya kabar Melisa bagaimana. Mas mau denger Bila cerita ya, aku mengangguk. 

Kemarin Melisa nangis mas, katanya teringat sama orang tuanya sudah ama gak berkunjung kemakam, kasihan dia mas, asal mas tahu, kita memang sudah meninggal mas, tapi hanya raga yang meninggal mas, tapi ruh, perasaa, rasa takut, rasa rindu, rasa sayang kita masih hidup dan gak mungkin ikut meninggal pula, kita masih perlu kasih sayang juga, kita senang kalo makam kita dikunjungin, Bila juga seneng kalo mama papa dateng ke makam terus nyium nisan Bila, oh iya Bila juga udah punya adik namanya Asyifa umurnya baru 2 tahunan, Bila sering berkunjung kerumah mas, makanya Bila jarang ketemu mas, adik Bila kayaknya bisa liat Bila, karena kalo Bila dateng dia senyum-senyum sambil ketawa gitu mas, wajahnya lucu banget cantik mukanya mirip banget mama, tapi idungnya agak pesek kayak papa, dia ngikik sembari menutup mulutnya. Aku ikut tertawa melihat tingkah polosnya.

Bila tiba-tiba terdiam tertunduk, wajahnya memerah, matanya berkaca, air matanya meleleh dari ujung-ujung matanya, dia terisak, aku kaget dan bertanya kenapa kamu menangis. Biala memelukku, aku kangen mama papa mas, aku kangen dipeluk mereka, aku kangen dibacain cerita sama mereka sebelum tidur, aku kangen mas. Tak terasa air mataku ikut menetes, aku merasakan kerinduan yang teramat, aku merasakan kepiluan yang Bila rasakan, sabar Bila sayang, kan ada mas yang bisa meluk Bila, mas bisa ko bacain Bila cerita, tapikan Bila gak tidur kalo malem, aku memeluknya erat aku tepuk punggungnya, aku begitu hanyut terbawa oleh suasana.

Entah apa yang aku rasakan saat itu, aku merasa begitu dekat dengannya, mas Bila boleh minta sesuatu gak dari mas, aku hanya mengangguk sembari berkata kalo mas mampu pasti mas lakuin emang Bila mau apa, mas jangan berhenti kasih doain Bila ya, biar Bila ngeras tenang dan gak kegelapan, aku hanya mengangguk.

***

Tanggerang pagi ini begitu panas, lalulintas mulai ramai, aku bersama Rudi berencana ke daerah Pondok Jagung, untuk mendatangi sebuah perusahaan lelang yang membuka lowongan sebagai admin penjualan, lalu ke Sumarecon Tanggerang, semoga ada yang menjadi jodohku, usaha dulu sukses kan gak wajib.

Rasanya aku gak perlu buat cerita panjang lebar tenatang bagai mana proses interviewku, karena semua yang ditanyakan klise. Saat ini aku tengah dibawa oleh Rudi ke kawasan Lippo Karawaci, sebuah pusat perbelanjaan yang cukup nyaman,  dengan tata kota yang apik, gak terlalu terasa panas, bahkan cenderung nyaman.

Sebuah tempat makan khas sunda kami datangi, namun di dalamanya tedapat tenant-tenant yang menawarkan beraneka sajian tak hanya khas sunda saja, sedang ada pertunjukan musik juga. Banyak sekali pengunjungnya, ikut bernyanyi seiring dengan penampil yang sedang bersenandung lagu The Upstairs...kan kupersembahkan sekuntum mawar, aku di Matraman kau di Kota Kembang.... Aku memesan nasi timbel komplit. Kami berbincang sembari menghabiskan pesanan kami.

Gimana tadi interviewnya bro, Rudi bertanya, yah seperti biasa lah Rud, nunggu dipanggil lagi, sabar aja bro kalo jodoh gak kemana, lagian kan kamu juga sekarang masih berstatus karyawan. Oh ya ini hari ke 2 ku di Tanggerang, namun Rudi begitu memanjakanku, memang karib yang begitu baik. Suatu saat aku akan balas kebaikan ini ujarku dalam hati.

Langit sudah mulai gelap, samar-samar terdengar shalawatan dari jauh sana, membuat batinku merasa damai, ditemani dengan hembusan angin kota Tanggerang, perut kenyang pula sempurna sudah kedamaian ini. Saatnya pulang bro, tiba-tiba suara Rudi membuyarkan lamunanku.

***

Hari-hari aku lewati, tak terasa sudah hampir 9 hari aku dikota ini, apa kabarnya kotaku, rasa rindu mulai menghampiriku, sedikit terasa mengganggu, terlebih rindu pada keluarga dan keponakan kecilku Aliqa. Sedang apa mereka sekarang ya, lamunku melayang diantara internit kamar kosku, diiringi senandung negeri di awannya Katon.

Mas ko mas ngelamun sih, suara Bila menyadarkanku dari lamunan, iya nih Bil, mas kangen sama orang rumah, mas kangen sama Aliqa, sedang apa ya mereka. Mas kapan pulang tanyanya, aku menggeleng. Mending telepon kerumah deh mas, lumayan kan buat ngobatin rasa kangennya, ide briliant fikirku. Tak menunggu lama aku ambil BB ku lalu aku telpon rang rumah, kali ini ke nomor kakak tertua ku Tuti.

Halo.. teh apa kabar, gimana kabar mama, baik alhamdulillah, mama baru pulang pengajian katanya, nih aku sambungkan ke mama. haloma apa kabar, mama baik Nda, kamu gimana kabarnya, baik-baik ya disana, jangan lupa shalat, dan bla..bla..bla.. seperti itulah mungkin, karena gak mungkin kan aku ceritakan semuanya pada kalian. Aku tutup telepon, aku buka laptop, Bila masih di atas tempat tidur sembari tengkurap dan kakinya dia naikkan.

Aku coba browsing lowongan kerja, namun konsentrasiku mulai buyar dan memang sudah gak bisa fokus lagi karena rasa rinduku, oh ya saat itu lagi musim rambutan, dan di Tanggerang ini banyak sekali pohon rambutan, bahkan di kosan milik Rudai di taman depan ada 2 pohon yang berbuah lebat, dan Bila sering sekali nongkrong di sana, untuk gak ada yang liat, bisa berabe kan kalo ada yang bisa liat dia selain aku.

Pagi nanti aku disuruh buat manen rambutan oleh Rudi, karena gak ada yang bisa naik, dan aku terkenal jago manjat dari sejak SMA, dulu pernah aku disuruh buat masang spanduk oleh pihak sekolah di antara pohon yang super tinggi, dan aku melakukannya tanpa terlihat kesulitan.

Aku duduk menatap lekat layar laptopku, aku ingin menulis tapi gak tahu apa yang harus aku tulis, pikiranku begitu berkecamuk, campur aduk. Bila menghampiriku, sembari menepuk pundakku, knapa sih mas ko kayak yang lesu gitu, mas capek ya, atau mas patah hati, godanya. Mas kangen Bandung Bil, ya tinggal pulang aja dong mas ko dibikin ribet sih, iya sih memang tinggal pulang tapi mas masih kerasan juga di sini. Bila mengelis punggungku.

100 km lebih aku terpisah dari keluarga yang senantiasa memberi kehangatan bagiku, terpisah dari handai taulan yang biasa riang bernyanyi bersama, aku terpisah dari udara yang biasa aku hirup, terpisah dari air yang senantiasa menetes dipuing-puing dahaga, 100 km lebih aku terpisah jauh dari tanah tempat biasa aku berpijak.

Disini tak terlihat senyum dari kepompong kecil yang selalu kurindukan, disini tak kutemui belukar asri buah lentik ibuku, tak kudengar santuncelotehan, disinipun tak pernah kudapati deretanangka dan huruf yang biasa aku eja dan kuhitung.

100 km lebih anganku jauh mengawang, langitku berbeda disini, tak perlu aku jelaskan apa yang ada disini, karena kalianpun tahu dan mendengar dari cerita banyak orang-orang sebelum aku yang pernah menjejakkan kakinya ditempat yang sama denganku kini. Dapatkah kalian merasakan suatu kerinduan yang teramat padaku kini, bukan kawan, bukan karena mentalku tempe, tapi memang benarsegala sesuatunya lebih indah di tanah sendiri. Masih banyak kriya yang bisa tercipta, akupun bahkan tak pernah tahu apa yang sedang aku lakukan disini,aku hidup seakan mati, ragaku disini namun benakku tak bersamaku, disuatu tempat dimana tak perlu air es untuk membekukan tubuh kita, tak perlu sinar mentari untuk menghangatkan jiwa yang sepi.

Beribu kali bahkan berjuta kali aku coba menyibukan diri agar terlupa sejenak akan nisan ayahku tercinta di 100 km lebih disana, tetap saja semakin aku mencoba buat melawan gejolak rinduku, semakin aku lemah karenanya, aku begitu rindu. Berjuta kemewahan disini tak berarti banyak dan takmampu berbuat banyak bagiku, aku ingin pulang.

Rinduku pada ilalang, rindu pada kesederhanaan, bukan hanya budak nafsu dan keserakahan, ada banyak hal yang masih harus kutuntaskan disini, biarlah rasa rindu ini sejenak aku tunda, mimpi-mimpi masih menanti, mimpi akan esok yang lebih kemilau, seperti deretan kilau lampu kota yang saat ini menemaniku di 100 km lebih dari kotaku, aku duduk disekitaran rasa rindu berkecamuk, diantara gedung-gedung megah menjulang tinggi.

Dengarlah lirih rinduku padamu kotaku, kau tetap terindah bagiku, 100 km lebih begitu menjemukan. 00:15 jarum jam memburu menghiasi hikayat 100 km lebih jejaku, begitu tenang malam ini, tapi tak begitu dengan perasaanku, aku telah begitu jauh melukai rinduku, rindu pada kiblat dikotaku, tempat aku tengadahkan tanganku meminta padaNya. Langitpun menjadi kelabu, seolah tahu betapa teramat rasa rinduku, sesekali terasa hembusan angin meniupku, dia seakan menitipkan suara ibuku, dia berbisik padaku, cepat pulang anakku. 

Oh aku merindukan jingga langit kotaku ketika senja menjelang. Bila menitikan air mata seolah tahu apa yang tengah aku rasakan. Apa yang kita alami sekarang sama mas, Bila juga merasakan rindu yang teramat pada keluarga. Mas tetap berdoa ya buat Bila. Dan malam itu kami menangi bersama, setidak aku merasa ada Bila yang begitu tahu apa yang aku rasakan.

Terima kasih sahabat kecilku Bila, hari-hariku begitu menakjubkan bersamamu.

***



TEMAN TAK TERLIHAT

13:05 Panasnya begitu terik matahari terasa tepat di atas ubun-ubunku, hari ini Selasa 12 Desember 2010, badanku terbakar diteriknya siang disekitar Jalan Sulanjana. Kalau saja bukan karena tanggung jawabku terhadap kerjaan, malas aku berpanas-panas ria seperti ini, gerutuku dalam hati.Tepat melintas didepan stasiun radio atau studio radio atau apalah namanya disekitaran jalan Sulanjana aku meliha ada kerumunan kecil, mungkin sedang ada acara ujarku ingin rasanya seperti yang lain, bersuka ria tanpa harus berpeluh sepertiku, namun aku sadar semua orang memiliki jalannya sendiri. Aku, kamu, kalian, mereka, kita semua memang sama manusia, namun tetap berbeda satu sama lainnya.

Aahhh..macet, traffic lights mati, panas, berdebu, bising suara klakson kendaraan saling memburu, s**t lengkap sudah kekesalanku hari ini. Memang pemandangan yang biasa aku temui diperempatan ini, tapi mau sampai kapan wahai yang berwenang perhatikan ini. Aku diburu waktu, jarum jam di tanganku seolah gak mau menunggu, padahal aku harus sampai di kantor sebelum jam 14:00 karena ada beberapa laporan yang harus aku kerjakan, oh ya aku bekerja disebuah Bank Swasta dikawasan Cihapit, sudah hampir 2 tahun aku bekerja disini, lumayan untuk mencukupi biaya kuliahku walau aku rasa masih banyak kekurangan. Tapi ya syukuri aja deh.


Nampak di kiri kanan, depan dan belakangku wajah-wajah lesu, wajah menggerutu, gak tahu capek atau stress, bodo amat dengan mereka ah satu yang pasti aku harus lekas tiba di kantor, bisa-bisa Grandong ( panggilan untuk Killer Boss ) marah besar kalo laporan belum juga dikerjakan. Mana sore ini aku ada kuliah, hufth hari yang sungguh akan sangat melelahkan banget sekali pisan, enjoy aja mas bro hiburku.

Akhirnya tiba juga di kantorku, tanpa banyak yang aku lakukan, aku langsung merekap laporan mataku lekat memandang monitor komputer, kadang mengernyitkan dahi, kadang manyun, kadang menarik nafas panjang, kadang mengacak-ngacak rambut ( asal jangan mengacak-ngacak sampah ). Selang 30 menit laporan beres aku kerjakan, segera aku email ke pak Bos. Lalu dengan langkah seribu aku turun kebawah untuk melakukan penyetoran dana debitur. Damn urutan 364, sekarang baru urutan 312, selamat bersabar. Hmm..tanpa berfikir panjang karena aku masih karyawan Bank tersebut, maka aku memiliki akses untuk melakukan penyetoran langsung ke teller khusus karyawan yang terleltak di belakang, tapi aku harus bermanis-manis untuk membujuk tellernya, ya apa yang kalian pikirkan memang benar, aku akan sangat senang bila bermanis-manis kepada teller perempuan muda dan cantik, tapi ini teller laki-laki STW pula. Hehehe.

***

Urusan kantor selesai, sekarang tinggal urusan pendidikan, aku bergegas keparkiran untuk membesut si master ( nama motor yang aku ambil dari novel karya Gola Gong untuk nama sepeda nya ). saat itu jam menunjukkan 17:45, sebentar lagi Maghrib aku harus bergegas sampai di kampus yang jaraknya sekitar 2 Km dari kantorku, semoga aku sampai tepat waktu meski mustahil.

Ops..ketika sampai di parkiran, tepat diatas si Master duduk manis anak perempuan sembari tersenyum padaku, kalian tentu tahu siapa dia.Aku tersungging melihatnya sembari melambaikan tanganku, aku akan ada teman menyendiri di kampus sepertinya hari ini, lumayan lah melepas penat. Aku hampiri si Master, aku cubit pipi Bila di balas memukulku, ayo mas tancap ujarnya. Pegangan kataku, dia hanya tersenyum sembari berkata gak perlu pegangan juga kali, ntar aja kita ketemu di sana. Hehe betul juga katanya. Dia paling senang aku ajak ke kampus, karena memang letaknya berdekatan dengan Taman Makam Pahlawan Cikutra, dia sih bilang banyak teman katanya. Tapi sumpah selain Bila aku tidak mampu melihat yang lainnya, masa bodo ah, daripada kau bisa melihat, namun dengan tampilan yang menyeramkan, cukup Bila saja pikirku.

Jalanan begitu ramai, langit mulai muram,nampaknya akan segera menangis. PUSDAI aku lewati, samar-samar terdengar Adzan Maghrib berkumandang, tapi aku masih dalam perjalanan. Jalan Suci begitu semrawut, sudah pasti karena ini kan memang jam bubar kantor. Aku terus besut si Master, meliuk di atas aspal berlubang, menyalip diantara celah mobil. Jiah langit mulai mencair, aku harus bergegas.

Perempatan Pahlawan belok kiri, 100 meter dari perempatan tepat kampusku kini. Security melambikan tangan, memang aku sudah begitu akrab dengan security kampus bahkan aku pernah menitipkan motor hingga 2 minggu lebih. Tapi tentunya setiap aku ada rezeki aku selalu memberi mereka rokok ( sombong dikit ). Aku parkir si Master, aku berlari menuju mesjid kampus yang terletak tepat di dalam area kampus. Loh mana Bila ya, ko belum terlihat

Selesai shalat perutku terasa keroncongan, dari siang memang aku belum makan. Mana Bila ya, lagi aku teringat pada sahabat kecilku itu. Tring seketika saja aku melihat sosoknya tengah duduk di atas kursi ditengah kanopi kampus, tangannya melambai padaku, dia nampak sedang berbicara, tapi pada dan dengan siapa aku tak bisa melihatnya. Mas sini aku kenalkan pada temanku, ajaknya, dengan setengah memberikan kode aku mengajaknya berpindah posisi. Dia sudah tahu dan mengerti dengan kode yang aku berikan, aku lebih senang posisi kami ( aku dan Bila ) agak berjauhan dengan orang lain, karena aku gak mau terlihat bodoh dan nampak seperti orang stres bila terlihat oleh yang lain aku sedang berbicara sendiri padahal aku tengah asik ngobrol dengan Bila.

Tepat di lorong Timur atau Barat kampus ya aku tak pernah tahu percis posisinya, yang jelas itu adalah lokasi paling aku sukai, karena mahasiswa lain jarang melewatinya dengan alasan angker. Aku dikursi yang agak berdebu, Bila duduk menyender dipundakku. Mas mau kenalan gak sama temanku tanyanya, teman yang mana Bil, ini aku ajak temanku dari Taman Makam mas, tapi bukan pahlawan, dia mengikik kecil, dia hanya anak oang biasa, kebetulan makamnya bersebelahan dengan makam pahlawan. Namanya Melisa mas, umurnya sama sepertiku cuman beda bulan saja ujarnya. Bila mas gak bisa lihat dia, Bila tahu kan mas cuman bisa liat Bila saja. Oh iya Bila lupa dia menepuk keningnya sendiri, gini deh mas biar Bila ceritain wujudnya ya.

Namanya Melisa umurnya sama 7 tahunan, tapi agak tinggi dari Bila sedikit, rambutnya panjang terurai, ada tahi lalat dipipi kanannya, gaunnya warna krem namun agak lusuh, badannya gempal, matanya tajam menyala. Tapi untung mas gak bisa ngeliat, soalnya kukunya panjang mas, tapi dia baik ko, dia bilang seneng kenalan sama mas, sayang mas gak bisa liat dia katanya, tapi dia udah sering liat mas di kampus ini, mas tukang mainin perempuan kata Melisa, Bila tersenyum sembari tangannya menutup mulutnya. Aku hanya tersenyum sembari mengacak rambut ikalnya.

Melisa meninggal karena DB yang telat penangananya mas, Melisa dari golongan keluarga kurang beruntung, keluarganya membawa Melisa berobat ke RS daerah dekat sini dengan gunain JAMKESMAS, namun dipersulit dengan alasan kurang persyaratan, setelah persyaratan lengkap masih ada alasan ruangan penuh, hingga akhirnya nyawanya tidak tertolong lagi. Aku hanya menarik nafasku panjang, dan tertunduk haru mendengarnya, dulu orang tua dan keluarganya tinggal di daerah Awi Ligar, tapi katanya sekarang pindah ke Cimahi, dan makamnya jarang dikunjungi hanya saat lebaran aja. Kalo boleh BIla minta mas doain dia ya mas. Aku hanya mengangguk.

Bil bilangin sama Melisa mas seneng kenalan sama dia, loh mas bilang saja langsung, dia bisa denger mas ko, cuman mas aja yang gak bisa denger suaranya. Kamu banyak temen Bil disini, tanyaku. Lumayan mas cuman yang lain gak tahu pada kemana.

***
Hari ini mata kuliah PR Research, Ruang A 2.5 aku duduk dideret ke 2, mata yang lelah tak bisa aku sembunyikan, dosen menerangkan apapun aku gak mengerti. Bila mengintip dari balik kaca pintu, senyumnya menyungging. Aku hanya tersenyum lelah, sambil menguap, sesekali terkantuk.Kepala terasa berat, terbayang tempat tidur yang empuk ( mungkin lepekpun terasa empuk disaat lelah seperti ini ).

Bila tiba-tiba ada tepat di depan, di samping white board, aku sontak melambaikan tangan bermaksud menyuruhnya keluar. Iya Hendra ada yang mau ditanyakan, dosen menyebut namaku, jiah mati aku berniat nyuruh Bila keluar malah disangka mau nanya. Eh..hmm..gak ko bu saya izin ke belakang, alibiku.Bila hanya tertawa cekikik seperti puas, dia memang sering melakukan hal itu. Nampaknya dia masih bersama Melisa, karena tangannya seperti sedang menggenggam sesuatu tapi aku tak mampu melihatnya.

Bila mas kan sudah berkali-kali bilang sama kamu, jangan pernah ganggu mas lagi kuliah, ah kuliah apanya, orang mas terkantuk-kantuk gitu ko, dosen nerangin malah tidur, mas cape ya. Tanyanya. Mas, aku hanya mengangguk sembari menguap. 

Mas ternyata disini banyak juga ya penghuninya, aku hanya mengerutkan dahiku tak mengerti, maksud Bila apa. Iya mas ternyata banyak sekali penghuninya disini selain mahasiswa, dari tadi Bila sama Melisa banyak sekali bertemu dengan mbak yang tangannya gak ada sebelah, ada juga yang duduk santai di atas balkon, lalu di aula ada mbak yang lagi nangi, ada juga di lorong tempat biasa kita ngobrol sosok tinggi besar. Ah Bila jangan menakuti mas gitu dong, beneran ko mas Bila gak Bohong, bahkan di delakang mas ada mbak yang lagi gendong bayi, aku merinding, lalu bergegas masuk keruangan lagi.

Bil tunggu mas di kontrakan ya, mas mau ada perlu dulu, jiah si mas alesan ada perlu bilang aja mau nganter dulu pacarnya, sambil tertawa, oh iya mas, Bila boleh ajak Melisa ke kontrakan kan pintanya. Boleh jawabku, asal jangan gangguin warga yang lewat ya. Iya mas Bila tunggu di jembatan depan ya. Nanti kita nyanyi lagi kan mas, kapan mau bikin lagu lagi buat Bila, kapan juga lagu buat Bila direkam, pintanya mulai membuatku kesel, iya Bila sabar aja ya, udah ah mas berangkat ya, tunggu dikontrakan. Ok mas siap.

***
Hari-hariku kini terasa berbeda semenjak kehadiran Bila, memang agak terasa aneh, awalnya aku gak percaya, dan aku gak berani menceritakan hal ini pada siapapun, karena akan terlihat seperti lelucon dan bualan kosong belaka, aku bahkan akan terlihat seperti orang bodoh Tapi aku mengalaminya dan aku percaya ini semua bukan karena kebetulan belaka. Karena kehadiran Bila mataku terbuka bahwa mereka memang ada, mereka sama, hanya dimensi dan waktu berbeda, karena sosok mereka lah aku mengerti bahwa hidup memang ada kehidupan setelah kematian.

Kalian mungkin akan menganggapku bodoh dan pembohong, namun karena kehadiran sahabat kecilku itu aku menjadi terbuka ternyata banyak sekali kejahatan di dunia ini yang justru dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya menjadi pengabdi bagi masyarakat.

Untuk Bila dan Melisa, dan kalian yang tak aku kenal, maafkan kami yang masih hidup, meski kami tahu bahwa haram untuk meminta pada orang yang sudah meninggal, namun ini hanya permintaan maaf, karena ketamakan kami keberadaan kalian gak kami sadari.

***


Jumat, 21 Desember 2012

BILA


Kamu itu aku, sama memiliki malaikat pelindung dan setan penggoda. Pagi itu hanya kata itu yang terucap dari mulut Soko seorang Timor Leste, teman kostku. Semenjak aku selesai kuliah memang tak ada kegiatan yang dapat aku lakukan setiap hari selain menatap lekat monitor komputer, memetik gitar, take vocal, dan mengutak atik nuendo, ya hanya mengulik atau mencipta lagu bersama Soko.

Entah apa yang sedang aku rasakan pagi ini, begitu gamang, gundah, resah, atau apalah namanya. Bahkan hampir bisa dikatakan aku malas beranjak dari tempat tidurku, aku hanya bermalasan di atas tempat tidur tanpa melakukan apapun ketika tiba-tiba Soko nyelonong masuk ke kamarku tanpa permisi, memang sudah terbiasa seperti itu.

Hari ini minggu 11 Desember 2011, aku merasa begitu senga dengan hari ini. Aku mencoba untuk melawan rasa malasku, mencoba bangkit dari tempat tidurku dan menjangkau segelas kopi dingin sisa semalam, ops maaf mungkin lebih pantas disebut ampas kopi, karena memang sudah tinggal ampasnya saja, peduli amat apapun namanya, aku nyalakan komputerku. Sedang soko tengah asik bermain gitar mengulik lagu yang akan kami rekam.

 Aku beranjak dari kamarku menuju kamar mandi yang tak jauh dari kamarku, aku harus melewati beberapa kamar kost temanku, pertama kamar Soko, lanjut kamar Bian, Kamar Anti dan kamar Andara, masih tertutup rapat semuanya, mungkin masih tidur atau lagi pada ke CFD Dago, hanya si kunyuk Soko saja yang memang jam tidurnya nanti sekitar jam 11an. 

Setelah ritual pagi di kamar mandi seperti biasa aku lakukan senam kecil hanya sekedar lari-lari kecil sembari menunggu tukang bubur langgananku sembari iseng menunggu anak kost rumah sebelah menjemur pakaian, kebetulan kamar kostku dilantai dua dan bersebelahan dengan tempat kost khusus wanita, jadi itulah ritualku pada pagi hari, hehehehe....lumayan cuci mata.

Woi sapi cepat masuk ngintip aja kerjaan lo, suara Soko membuyarkan kosentrasiku menggoda penghuni kost sebelah. Dengan langkah berat aku menuju kamar untuk memulai rutinitas sehari-hari, REKAMAN, ya hanya satu kegiatan itu yang mampu kami eh aku lakukan bersama SOKO, biasanya bisa hingga esok pagi. Kamar kostku memang dirombak khusus untuk mini recording, aku pasang peredam suara agar tidak mengganggu penghuni kost lain.

Kali ini lagu Bila yang akan kami rekam, lagu ciptaanku yang aku ciptakan untuk Bila, nama seorang anak perempuan, hmm aku tak yakin apa dia memang seorang anak atau bukan. Karena aku bertemu dengannya ditempat kontrakanku dahulu sebelum aku kost disini, sebuah rumah dengan dua kamar dan satu ruang tamu di kawasan Bekamin aku kontrak dengan harga murah hanya 500 ribu satu bulan, harga yang sangat murah untuk seukuran rumah di kawasan " pendidikan " ( mungkin ).

Bila seorang anak perempuan yang selalu muncul malam hari dari kamar yang sengaja aku pakai untuk mencari ilham. Mungkin kalian heran siapa dan dari mana Bila datang, jangankan kalian, akupun awalnya heran, bahkan mungkin ketakutan ketika tiba-tiba suatu malam di minggu kedua aku menempati rumah itu ada suara orang menghidupkan kran kamar mandi yang tepat bersebelahan dengan kamar dimana aku meletakan alat rekamanku dan saat itu aku sedang mencari ilham di kamar itu. Sontak aku kaget dan merasa ketakutan, namun rasa penasaranku mengalahkan rasa takutku. Aku beranikan diri untuk melihat apa yang terjadi di kamar mandi, dengan langkah terbata aku paksa kakiku menuju kamar mandi, tepat di depan pintu kamar mandi aku coba memutar gagang pintu kamar mandi itu dengan rasa takut. Ketika pintu terbuka mataku berkeliling mencari apa yang terjadi tapi memang tidak ada siapa-siapa namun keran air hidup, ah mungkin memang aku lupa menutupnya tadi sore sehabis mandi fikirku.

Setelah kejadian itu aku sering mengalami hal aneh dikontrakan itu, dari mulai komputer menyala sendiri, suara petikan gitar, suara tawa anak perempuan, hingga bau bunga melati. Namun stelah setiap hari mengalaminya aku mulai terbiasa dan sekitar Kamis 23 September 2010 pukul 20:15 saat itu gerimis, pintu kontrakanku diketuk, ketika saat itu aku sedang nonton TV, dengan rasa malas aku membuka pintu dan tidak ada siapa-siapa bahkan mataku menyusuri hingga keujung gang, ah dasar orang iseng pikirku, belum juga pintu aku tutup seluruhnya tiba-tiba suara anak permpuan mengagetkanku, mas buka pintunya, lalu aku membuka pintu kembali dan terlihat seorang anak perempuan dengan pakaian basah kuyup tertunduk lemas, aku suruh dia masuk dan dia menuruti namun kepalanya masih tertunduk.

Darimana kau dik, dan namamu siapa, dimana rumahmu tanyaku memburu sambil melilitkan handuk di tubuhnya, namun dia hanya tertunduk sambil menunjuk ke arah kamar tempat aku rekaman, aku merasa heran dan tak mengerti, ah masa bodoh namanya juga anak kecil aku perkirakan usianya sekitar 8 tahunan mungkin nanti saja setelah aku beri dia makan baru aku bisa mencari tahu tentang dia. Setelah aku beri baju untuk dia pakai ( ya tentu bajuku, karena gak ada anak kecil disini 
) aku pergi kedapur untuk membuatkan dia mie, kasihan mungkin dia lapar dan kedinginan.

Adik namanya siapa, dan tinggal dimana tanyaku lagi biar kaka antar kerumahmu, namun dia tetap menunduk tanpa berbicara sepatah katapun, aaarrrrrgggghhhhh membuatku kesal saja. Ya sudah malam ini kamu tidur saja di sini, biar besok pagi kaka antar kerumahmu, dia hanya mengangguk dan menunjuk ke arah kamar tempat rekaman. Oh kamu mau tidur disana ya, dia mengangguk. Ya sudah sana tidur sudah malam, dia bangkit dan berlari kearah kamar sekilas aku bisa melihat wajahnya, cantik namun pucat, mungkin karena kedinginan terkena hujan tadi.

Aku juga merasa sangat lelah malam ini, maklum dari tadi pagi kegiatanku banyak sekali,kerja, kuliah, bimbingan Tugas Akhir, ahhhh tidur saja lah, sebelum tidu aku memastikan anak perempuan tadi baik-baik saja aku lihat dia sedang berbaring menghadap tembok, ya sudahlah dia sudah tertidur. Aku bergegas menuju kamarku dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur, namun belum juga mata terpejam tiba-tiba tercium aroma melati sangat kuat dan itu membuatku takut, lalu terdengar suara yang mengagetkanku dari kamar sebelah, suara benda jatuh sangat keras. Aku kaget dan cepat-cepat menuju kamar sebelah memastikan apa yang jatuh, takut terjadi sesuatu terhadap anak perempuan itu. Namun apa yang aku lihat semuanya tampak tenang seolah tak terjadi apapun dan tak ada tanda-tanda benda jatuh, bahkan anak itu masih terbaring dengan posisi masih menghadap tembok. Aku heran dan tidak tahu apa tadi yang jatuh.

Cahaya matahari sudah menyusup dari ventilasi udara kamarku, aku tebangun dan melihat jam yang tergantung tepat di atas pintu kamarku ya ampun sudah jam 9 pagi. Aku bergegas bangun karena teringat harus mengantarkan anak perempuan tadi malam. Aku segera menuju kamar sebelah, hah kemana dia aku tak melihatnya, bahkan kasur lantainyapun sudah rapi apa mungkin sedang dikamar mandi, aku coba ke kamar mandi tapi tak ada juga, kemana dia apa mungkin sudah pergi lagi, aku bergegas menuju pintu depan namun mengherankan pintu masih terkunci dari dalam. Aneeeh sekali, aku terdiam terheran-heran lalu pintu diketuk dari luar dan ada suara mbak Dian memanggil, mbak Dian adalah tetanggaku dia kerja di salah satu Cafe di Dago, Mas Hendra sudah bangun belum, eh iya mba sebentar, lalu aku membuka pintu dan mempersilahkan mbak Dian masuk.

Mbak Dian masuk namun dia nampak seperti mencari sesuatu matanya menyisir seluruh ruanganku seperti mencari sesuatu. Eh mbak ada yang bisa saya bantu pagi-pagi gini, tanyaku. Eh nggak mas saya cuman mau tanya saja tadi malam saya pulang kerja kebetulan lewat sini karena jalan biasa banjir, gak sengaja saya denger ada suara anak perempuanl lari-lari sambil nyanyi ya sekitar jam 1 maleman mas bahkan dia sempat ngintip dari balik tirai ini ko mas, mbak Dian sambil menunjuk kearah tirai. Aku makin heran, memang semalam ada anak kecil yang menginap disini mbak, itu juga karena saya kasian padanya, malam-malam kehujanan, saya tanya dimana rumahnya gak dijawab, ya sudah saya suruh nginep aja, eh pagi-pagi saya liat dia udah gak ada. Mbak Dian hanya senyum seolah ada yang disembunyikan.

Setelah kejadian itu, aku semakin sering mengalami hal aneh yang menurutku tidak merugikan. terutama sekitar jam 1 malam, jam setengah 5 pagi aku sering merasa ada suara anak permpuan membangunkan tidurku diiringi aroma melati yang pekat, awalnya aku merasa takut namun lama-lama aku terbiasa juga.

Selang seminggu setelah kejadian itu anak perempuan itu kembali, namun dengan raut berbeda, dia tampak sumringah, kepalanya tak lagi tertunduk hingga aku dapat dengan jelas melihat wajahnya, dia berlari dari ujung gang ke arahku saat itu jam 9 malam aku baru pulang kuliah, memang aku kuliah kelas karyapan di salah satu Politeknik di kawasan Pahlawan Bandung jadi pasti pulang larut.

Anak itu memanggilku mas tunggu, aku menoleh kebelakang, mas aku mau nginep lagi boleh tanyanya sembari merajuk, aku keheranan dan bertanya emangnya gak dimarahi orang tuamu, emang rumahmu dimana, dia hanya menunjukkan tangannya sembari berkata disana, orang tuamu gak marah dia hanya menggeleng, aku udah izin ko mas. Ya sudah yuk masuk, tapi aku masih heran, mengapa ada orang tua yang mengijinkan anaknya yang masih kecil menginap dirumah orang lain tanpa diantarkan malam pula. Ah bodo amat.

Namamu siapa dik tinggal dimana, dia hanya terdiam lalu berkata kalo aku kasih tau mas janji gak akan marah dan mengusirku, aku mengangguk. Namaku Bila. Hanya itu yang terucap dari mulut mungilnya, rambutnya ikal lebat, bajunya saat itu gaun warna biru, dia nampak lucu. Lalu kamu tinggal dimana, lagi-lagi dia menunjuk kearah kamar tempat rekamanku, aku semakin bingung. Oh iya waktu itu kamu kenapa pulang gak bilang-bilang lalu kamu lewat mana kan pintu mas kunci, Bila lewat pintu dapur mas kan gak dikunci Bila sengaja gak bilang mas, karena mas masih tidur. Oh gitu ya sahutku.

Malam itu kami mengobrol banyak, hanya saja saat aku tanya rumah, dan orang tuanya dimana dia selalu tidak menjawab. Kami bernyanyi, masak mie, hingga mencuci piring bersama dia terlihat begitu senang, mas bikinin lagu dong buat Bila tiba-tiba pintanya terucap. Mas mau bikinin Bila lagu tapi bila harus cerita Bila tinggal dimana dan orang tua Bila siapa, dia kembali menunduk dan terisak, aku benar-benar bingung dan menenangkannya. Mas betul pingin tau siapa Bila tanyanya, tapi mas harus janji mas gak akan heran dan ngusir Bila, aku mengangguk.

Dia berdiri lalu tersenyum, mas benar ingin tau siapa Bila tanyanya meyakinkan aku, aku mengangguk. Liat kakiku mas pintanya, aku heran ada apa dengan kakinya, aku menurut saja. Gak ada yang aneh, aku makin heran, lihat baik-baik mas ucapnya. Ya ampun aku lemas tak dapat berkata apa-apa, aku terdiam, aku kaget atau apalah, kakinya tidak menapak. Aku tak tak tahu apa-apa lagi, yang aku tahu aku sudah ada di atas tempat tidurku, dan aku lihat jam yang tergantung diatas pintu kamarku menunjukan angka 11 dan sinar matahari jelas menyorot dari ventilasi udara kamarku. Kepalaku sakit, apa kejadian itu hanya mimpi aku coba mengingatnya.

Dengan langkah berat aku coba membuka pintu kamarku dan terlihat ruang tamu atau apalah namanya sudah rapi dan wangi pengharum lantai, tak seperti biasanya, biasanya seperti kapal pecah. Tapi siapa yang melakukan semua ini ya, aku masih merasa bingung. Aku bergegas kekamar mandi, membersihkan muka dan mencari sarapan keluar.

Ditengah perjalanan aku masih memikirkan kejadian semalam, apa aku bermimpi ya. Kepalaku sakit mengingatnya. Setelah bersarapan bubur di dekat kantor pusat statistik aku kembali kekontrakan, dan algi-lagi hal aneh terjadi. Kamar tidurku rapi sekali. Wuiiiih siapa yang mengerjakannya. Anatara heran, takut, senang, dan apapun itu berbaur. Aku hampiri kamar sebelah tempat aku biasa rekaman, tepat di atas keyboard komputer ada kertas bertuliskan mas mana lagunya???, aku semakin heran, berarti benar saja kejadian tadi malam bukan mimpi. Aku merasa takut, aku berfikir mungkin dua hari ini aku akan pulang saja dan tidur di rumah. kebetulan hari ini hari sabtu jadi aku libur kerja.

Assalamualaikum mas, suara mbak Dian terdengar dari luar pintu memanggilku. Waalaikumsalam sebentar mba aku bergegas membuka pintu sembari mempersilahkan mbak Dian masuk. Gini mas sebetulnya dari awal mas Hendra tinggal disini saya mau ngasih tahu cuman gak enak takut disangka nakutin ujarnya. Aku hanya mengernyitkan dahi tak mengerti. Gini loh mas, sebetulnya dari dulu rumah ini memang terkenal ada penghuninya anak perempuan, saya tahu itu dari almarhum bapak saya yang bercerita kalo dulu sebelum rumah ini dibeli Pak Rustam ( nama pemilik rumah ini sekarang ), dulu adalah rumah keluarga Ibu Mahfudzah ( entah bagaimana cara penulisan yang benar ), dulu sempat kebakaran, dan anak perempuannya yang berumur sekitar 8 tahun menjadi korban karena sedang tertidur dikamar itu, sembari menunjuk kamar tempat rekamanku, aku semakin ketakutan mendengar ceritanya. Lalu setelah dipugar rumah ini dijual dan sudah beberapa kali berpundah kepemilikan karena gak ada yang betah, katanya sih sering terjadi hal-hal aneh, hingga dibeli pak Rustam, dan itupun malah dikontrakan tanpa alasan, tapi mas jangan takut saya lihat dia ( Bila maksud mba Dian ) sepertinya menyukai mas dan tidak mengganggu mas Hendra, maksud mba apa tanyaku penasaran. Gini mas anak itu bila tidak senang dengan penghuni rumah ini, maka akan tercium bau tidak enak, namun setiap saya lewat sini saya mencium wangi-wangian itu pertanda dia menyukai mas, mungkin dia menganggap mas kakanya. Aku mengangguk seakan mengiyakan apa yang telah mbak Dian ceritakan.

Ya mbak memang akhir-akhir ini saya sering mengalami kejadian tak wajar, hingga tadi malam aku bertemu lagi anak kecil yang sempat saya ceritakan ke mbak Dian tempo hari, dia menujukan bahwa kakinya tidak menapak, namun saya ragu itu nyata atau mimpi saja, karena ketika tersadar saya sudah ada di atas tempat tidur dan semuanya sudah rapi. Itu nyata mas mbak Dian memotong ceritaku, itu berarti dia menyukai mas, buktinya dia merapikan rumah mas. aku hanya mengangguk. Mas gak perlu takut dia gak akan ngeganggu bahkan sebaliknya mas,dia baik sama mas Hendra. Bahkan dia senang jika mas beribadah di rumah ini karena itu sama saja mas mendoakan dia.

Tapi niatku untuk pulang kerumah ibu sudah bulat, aku tiba di rumah ibu sekitar pukul 8 malam. Aku tidak berani menceritakan apa yang telah aku alami pada siapapun kecuali pada mbak Dian, namun firasat seorang ibu tidak pernah salah, ibu memberikan tasbih kecil padaku seraya berkata banyak-banyak berdzikir Nda ( aku dipanggil Nda oleh keluargaku dari kecil ). Aku mengangguk.

Hpku berbunyi, oh ternyata sms tapi dari siapa ya nomornya tidak ada nama, aku membuka isi sms itu dan membacanya, mas kapan pulang, Bila kangen. Hah aku kaget, dan setelah aku lihat itu dari nomorku sendiri aku baru menyadarinya. Aku ketakutan, Nda makan dulu suara ibu memecah ketakutanku. Iya Bu, sahutku, aku bergegas keluar namun masih dengan rasa takut yang teramat.

Ibu lihat dari kemarin kamu seperti ketakutan, ada apa sih nda, tanya ibu. Aku hanya menggeleng dan berkata gak ada apa-apa ko bu. Yakin ibu kembali meyakinkan aku hanya mengangguk, tapi sepertinya ibu sudah tahu apa yang dirasakan olekku anaknya. Hati-hati ya kalo berteman, harus pinter-pinter, jangan sampai terbawa sama hal-hal yang merugikan, siapapun itu sayangilah biarpun dia menjahatimu sekalipun. Aku hanya mengangguk.

 ***

Siang ini aku berniat untuk kembali kekontrakanku, karena memang besok aku harus kembali beraktifitas, namun perasaan takut masih teramat aku rasakan. Yah mau diapakan lagi, selama sosok itu tidak menggangguku tak masalah bagiku.

Tepat di depan pintu kontrakanku sebelum aku masuk aku bergumam, Bila kalo kamu memang mau berteman dengan mas, boleh saja, tapi mas mohon Bila jangan ganggu mas, bila jangan melakukan hal yang membuat mas takut, mas juga mau ko berteman dengan Bila. Lalu aku membuka pintu dan mengucap salam. Mataku berkeliling menyusuri setiap ruangan, namun begitu senyap tapi rapih dan wangi, padahal sebelum aku tinggalkan raung tamu lumayan berantakan, aku hanya bergumam terima kasih Bila, kamu memang baik.

Malam ini gak ada hal aneh terjadi, kenapa aku jadi merindukan sosok bila ya, kemana dia, kenapa setelah aku bisa menerimanya dan tidak merasa takut justru dia tidak hadir. Ah apa sih yang aku pikirkan, tanganku sibuk mengetik Tugas Akhir, besok ada bimbingan dikampus, namun pikiranku masih gak bisa lepas dari Bila.

Tepat pukul setengah 7 malam ketika aku sedang di atas sajadah dan berdoa aku mendengar ada suara seperti orang memasak di dapur, aku merasa terganggu namun sudah tidak merasa aneh, setelah selesai berdoa aku merapikan sajadah dalam hati bergumam Bila itukah kamu, baru saja aku mau bergegas kedapur dari arah dapur muncul sosok anak kecil bergaun biru, tersenyum, dan menunjukan mimik kangen padaku, mas Hendra Bila kangen pada mas, Bila berlari ( aku tak dapat memastikan apakah dia berlari atau melayang ) menghampriku dan langsung memeluku. Mas Bila kangen mas, maaf ya kalo Bila bikin mas takut, Bila janji Bila gak akan bikin mas takut, Bila seneng ada temen disini. Aku hanya mengangguk heran tak percaya, dalam hatiku berjibaku, inikah namanya persahabatan dua dimensi, persahabatan dua dunia. Aku memeluknya sambil berlutut, aku cium tubuhnya wangi sekali.

Mas aku sudah siapkan mie rebus kesukaan mas, suaranya memecah keherananku. Makasih Bila tapi gimana mungkin kamu bisa melakukan pekerjaan ini semua tanyaku, dia hanya tersenyum sembari menjentikan jari mungilnya. Aku mulai terbiasa dengannya. Akupun merasa ada teman walaupun beda dimensi, tapi aku bisa banget ngerasain yang namanya persahabatan itu, walau mungkin banyak orang yang gak percaya dengan apa yang aku alami.

***

Hari-hari aku jalani sama Bila anak ( sosok ) kecil yang mungkin orang anggap sebagai hantu tapi di nyata bagiku, dia benar-bener ada, aku bisa menyentuhnya, aku bisa melihatnya, tapi aku menikmatinya. Tingkahnya selalu membuatku senang melihatnya, kadang menyebalkan, jail, usil, kadang menggemaskan.

Mas kapan mas mau nyiptain lagu buat Bila, aku hanya tersenyum sembari mengacak-ngacak rambutnya, kamu masih inget aja ya rupanya. Ih mas mah jahat timpalnya. Iya sabar aja mas pasti bikinin ko, tapi mas minta udah ya Bila ga usah nyuciin lagi baju mas, ga perlu lagi cuci piring, gak perlu, kenapa mas? belum juga selesai aku bicara dia sudah memotong pembicaraanku, kamu temenin mas begadang sama main aja ya di rumah, dia hanya mengangguk.

Bila coba ceritain dong tentang kisah kamu, mas pengen denger dong, biar mas bisa bikin lagu buat Bila. Ia mengangguk tapi malah ngeloyor pergi, loh mau kemana, katanya mau cerita tanyaku, sebentar ambil bantal dulu kekamar sahutnya ( kadang tingkahnya gak nunjukin kalo dia itu hantu ).

Bila lahir di Sukabumi tahun 1999an mas, Bila anak pertama dari mama Mahfudzah dan papa Hadi, mama papa sayang banget sama Bila, tapi kadang mama papa jarang pulang mereka kerja mas, gak tau Bila juga mereka kerja dimana, kadang Bila ditinggal di rumah sama Bi Yati, Bila sering kesepian. Tahun 2004 Bila diajak tinggal dirumah ini mas, dulu belum ramai gini mas. Mama papa pulangnya malem terus mas, Bila main aja sama temen-temen, tapi gak tau sekarang temen-temennya pada kemana, tapi sekarang Bila udah ada mas yang mau jadi temen Bila.

Lalu awal tahun 2007, ceritanya terhenti dia menangis, lalu memelukku. Aku menenangkannya dan bertanya kenapa Bil, Bila melanjutkan ceritanya sembari masih memelukku 2007 rumah ini kebakaran mas, mama papa lagi kerja Bila lagi tidur dikamar itu sembari nunjuk ruang rekamanku, Bila terbakar hangus mas. Ceritanya terhenti dan dia tertunduk sedih. Tak kuasa aku juga menangis mendengar ceritanya. Gitu mas ceritanya. Lalu kenapa Bila masih disini, iya mas sebetulnya Bila sudah dumakamkan di Sukabumi, tapi Bila pengen tinggal disini, makanya Bila masih disini, tapi susah nyari temen semuanya nyebelin ya udah Bila gangguin, dari 2007 sampe sekarang Bila gak punya temen dirumah ini Bila kesepian mas, tiap hari Bila cuman duduk di Jembatan depan gang sana mas, sampe Bila ketemu mas, mas nyenengin, mas juga gak takut sama Bila. Aku hanya mengangguk sembari tersenyum. Kata siapa mas gak takut sama Bila, buktinya mas dulu ampe pingsan, trus Bila ya yang mindahin mas ke tempat tidur, dia hanya mengangguk. Tapi Bila harus janji jangan gangguin lagi orang lain ya pintaku, dia kembali mengangguk dan memelukku.

Ayo mas bikinin Bila lagu, mulai merengek seperti anak kecil ( eh memang anak kecil ). Sembari memetik gitar aku coba mencari nada yang pas dan lirik yang pas hingga tercipta lagu Bila, mungkin seperti ini lagunya

Bila

Bila..
Tunjuk apa yang kau pinta
Bila itu kau fikir
yang terbaik tuk dirimu

Bila..
Tunjuk apa yang kau mau
Bila itu semua
Kan nyata

Reff: 
Apakah ini semua
Jalan yang kau tempuh
Jadikan ini semua yang terindah

Apakah ini semua 
Jalan yang kau pilih
Jadikan ini semua  yang terbaik

Bridge:
Bila inikah yang kau mau
Benarkan ini yang jalanmu
Untuk dapat cinta.

***

Sekarang aku gak tinggal lagi dikontrakan sana, namun masih sering bertemu dengan Bila, bahkan hampir setiap hari,sekarang rumah itu disewakan khusus muslimah, dan sosok Bila tak pernah muncul namun dia masih tinggal disana. Dan dia sedang disisiku sekarang.

Apapun itu namanya, apapun yang orang lain anggap tentangku, yang jelas hubunganku sebagai sahabat dengan Bila masih trcipta sampai sekarang, saat aku menulis cerita inipun dia ada disebelahku sembari terkikih-kikih meledekku, atau mungkin dia bersama kalian yang sedang membaca cerita ini. Jangan takut dia bukan seperti yang kalian bayangkan, dia begitu baik tak sedikitpun terlihat menyeramkan, tak terlihat ada ceceran darah dari tubuhnya atau badannya mengeluarkan bau tak sedap, setidaknya di depanku seperti itu. Terserah kalian mau menganggapku gila, bodoh atau pembual karena cerita ini, tapi persahabatan itu nyata ( Dia menertawakanku ).

Cerita ini aku dedikasikan untukmu Bila, sosok yang tak nyata bagi orang lain tapi ada bagiku, walau mungkin dimensi kita berbeda, dunia kita berbeda, aku hanya ingin membuka mata mereka bahwa sosok sepertimu ada, walau hanya kamu yang bisa aku lihat tanpa aku bisa melihat teman-temanmu yang lain Bila.

Tetaplah menjadi sahabat mas. Sahabat yang menyanangkan.

***